30 Desember 2012

2012,Kau Masih Diam Dan Tidur



Di gedung istana(ku)
Kamu tetap diam dan tidur
Tak satu pun janji ditunaikan
Tak satu pun pengabdian dilakukan
Tak satu pun penghargaan ditorehkan

Lihatlah,
Di hamparan sawah negeriku
Di perairan laut negeriku
Di pabrik-pabrik negeriku
Di tepi-tepi jalan negeriku
Di perempat lampu merah negeriku
Di rumah-rumah negeri tetanggaku
Di lokalisasi negeriku
Mereka memanggil kamu
Mereka butuh bantuanmu

Presidenku
Jangan biarkan mereka lelah,
Jangan biarkan mereka bosan,
Jangan biarkan mereka marah,
Karena terlalu lama menunggumu

Sudah cukup mereka
mendengar dongeng tentang keluhanmu
Sudah cukup mereka
mendengar nyanyian tentang isi hatimu

Kini, bangunlah dari tidur panjangmu

Tanjungpinang, 31 Desember 2012

Sabri Hamri







19 November 2012

Negeri Tanda Tanya

Oleh : Sabri Hamri

aku hidup pada sebuah zaman yang tak pernah kumengerti...
aku hidup di sebuah negeri yang tak dapat kupahami...
negeri yang menceritakan kemiskinan...
negeri yang menceritakan kelaparan...

negeri yang diperankan oleh buruh, petani, pedagang, nelayan,pengemis,pelacur, gelandangan yang dirampas haknya oleh para penguasa negeri...

negeri yang jalan ceritanya tentang ke
munafikan tanpa ada kejujuran dan keadilan..
berceritakan para elit pejabat negara yang haus akan kekuasaan...
para politikus yang lapar harta kekayaan...
negeri yang tak kan pernah ku tau kapan berakhir ceritanya

dapatkah cerita ini aku jadikan dongeng kelak kepada anak-anakku...
dongeng tentang kebiadaban dan kesengsaraan dinegriku...

Aku butuh jawaban, darimu kawan!!!!

22 Oktober 2012

Mengais Asa di Negara Orang Miskin

Negara Orang Miskin
Miskin karena ketidakberdayaan
Miskin karena ketidakmampuan
Mengalah kepada ketidakadilan
Mengalah kepada ketidakjujuran

Sering mengkritik tapi dilarang
Sering berbicara tapi dibungkam
Coba melawan sering kalah

Negara Orang Miskin
Terus berlari
Terus menjauh

Bukan takut bukan cemas
Tapi siap berjalan

Jalan penuh liku
Beraspalkan keangkuhan penguasa
Tapi siap dihadang

Negara Orang Miskin
Membangunkan tidr panjang
Mengingatkan kembali pagi indah

Akan semangat perjuangan
Melepas belenggu penjajah

Negara Orang Miskin
Mengingatkan pribumi tersisih
Dalam kastanisasi pendidikan
Kembali kini hadir

Negara Orang Miskin
Mengingat nasi aking
Ditengah bsng lapar
Olahan beras yang rumit
Tapi nikmat dalam kesengsaraan

Negara Orrang Miskin
Melukiskan peluh buruh dan petani
Dibawah terik matahari
Walau kekayaan hanya mimpi

Negara Orang Miskin
Menggambarkan nelayan
Menahan deras ombak
Tanpa peduli tertelan hilang

Negara Orang Miskin
Melihat lapak-lapak tergusur
Dibawah komando kepala daerah
Atas nama penegakkan perda

Negara Orang Miskin
Hadir untuk bangkit
Membela mereka
Yang tidak berdaya
Dalam ketidakadilan dan kejujuran

Negara Orang Miskin
Mencoba memberi
Dengan tulus hati
Karena belum mati nurani

Negara Orng Miskin
Mengembalikan hak yang dirampas
Memulihkan hak yang tertindas

Negara Orang Miskin
Negara semu di dalam negara tercinta
Demi Indonesia Jaya

Padang, 2 Februari 2012-02-01
Anak Pedagang Kaki Lima

Sabri Hamri

07 September 2012

Munir Pahlawan Hak Asasi

Oleh : Sabri Hamri
 
Munir, semangatmu akan selalu hidup di hati kami...Biarkan mereka yang membunuhmu tertawa di dunia fana ini...tetapi mereka akan menangis di akhirat nanti...atas apa yang mereka perbuat kepadamu...engkau tetap pahlawan di mata kami...bukan pahlawa nasional atau pahlawan revolusi...tetapi pahlawan hak asasi...(In Memoriam Munir Said Thalib, 8/12/65 - 7/9/2004)

15 April 2012

Episode Ke(tidak)naikan BBM

Oleh : Sabri Hamri
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FHUA
Ibarat drama serial, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM mempertontokan episode per episode yang disaksikan ratusan juta rakyat di tanah air. Mulai dari usulan kenaikan BBM oleh pemerintah sampai kepada Sidang Paripurna DPR (30-31/3/2012). Episode pun akan berlanjut ke Mahkamah Konstitusi terkait  judicial review Pasal 7 Ayat 6a UU APBN-P 2012.
Episode dimulai dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM. Kenaikan minyak mentah dunia menjadi alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Jika harga enceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan maka defisit keuangan negara akan membengkak. Negara harus melakukan penghematan anggaran dengan mengurangi subsidi BBM seiring kenaikan minyak mentah dunia.
Pendapat pemerintah juga diperkuat dengan alasan pemakaian BBM bersubsidi selama ini tidak tepat sasaran. Sehingga lebih baik jika subsidi BBM dialihkan ke dalam bentuk lain. Untuk mengatasi kenaikan kebutuhan pokok dan ongkos transportasi sebagai dampak kenaikkan BBM, pemerintah akan memberikan BLSM kepada masyarakat miskin, bantuan beasiswa pendidikan dan bantuan operasional transportasi umum. Namun, apakah alasan pemerintah masuk akal?.

07 Maret 2012

Hakim Lupa Sebagai Wakil Tuhan

Oleh : Sabri Hamri
Pemerhati Hukum

Rasa keadilan masyarakat kembali terusik. Putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan yang menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda 150 juta rupiah di nilai terlalu meringankan bagi  hakim Syarifuddin yang menciderai institusi penegak keadilan . Bahkan vonis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 20 tahun penjara  dan denda 500 juta rupiah. Putusan ini melengkapi keraguan putusan-putusan pengadilan tipikor terdahulu. Mungkinkah karena terdakwa seorang hakim sehingga vonis yang diberikan terlalu ringan?
Selama ini pengadilan tipikor selalu diragukan dalam meberikan putusan. Selain putusan bebas di berbagai daerah. Kadangkala ketimpangan tuntutan dan vonis antara perkara kecil dengan perkara besar sangat jelas. Jika korupsi dibawah 100 juta di hukum 2 tahun penjara atau lebih sedangkan korupsi diatas 100 juta hanya di hukum kurang dari 2 tahun penjara. Begitupun dengan jabatan terdakwa. Kadangkala mempengaruhi putusan hakim. Mengapa demikian? . Padahal korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
Jika memang hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya dan siapapun harus dihukum jika berbuat salah. Termasuk menghukum Nenek Minah, Prita dan AAL. Mengapa selama ini putusan terhadap terdakwa korupsi dirasakan jauh dari keadilan.  Mungkihkah ada suap dalam putusan yang didahului dengan kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa?

21 Februari 2012

Drop Out, Salah(kah) Unand


Oleh: Sabri Hamri
Pemerhati Pendidikan

Menarik ketika membaca dua tulisan yang dimuat oleh harian ini. Pertama, tulisan yang berjudul “ Unand Terapkan Sistem Sapu Bersih” oleh Depitriadi, Opini 8/2/2012 dan kedua tulisan yang berjudul Eksekusi DO-Rektor Unand” oleh Nanda Oetama, Teras Utama s16/2/2012. Tulisan yang emberikan tanda tanya besar mengenai persoalan DO di Universitas Andalas. Apakah yang sebenarnya sedang terjadi?. Apakah DO sebuah keputusan yang tepat atau sebaliknya?   
Dalam tulisannya Depitriadi memberikan penilaian DO merupakan kelemahan sisi birokrat kampus,  dampak negatif sistem pendidikan berbasis teknologi (ICT), dan indikasi faktor pencitraan untuk menjadi world class university. Depitriadi berkesimpulan bahwa tindakan penjatuhan sanksi kepada ratusan mahasiswa dinilai memang di luar kewajaran.
Sedangkan Nanda Oetama mengkaji lebih dalam peraturan yang ada. Menurut Nanda Oetama, penjatuhan DO merupakan kebijakan  rektor dalam menegakkan aturan. Pada sisi lain, kita berteriak bahwa negara ini adalah negara hukum di mana setiap warga negara harus taat hukum. Dari optik yuridis, jika rektor tidak melakukan eksekusi, rektor tidak benar karena tidak mengikuti amanat undang-undang.
Lalu siapa yang salah dan siapa pula yang benar ?. Unand, Mahasiswa atau murni kegagalan dari sistem pendidikan di Indonesia. Karena akhir-akhir ini makna luhur dari pendidikan terabaikan. Pendidikan disulap dari institusi moral menjadi ladang bisnis menggiurkan. Komersialisasi dan privatisasi pendidikan, cara baru mengeruk keuntungan.
            World Class University
            Setiap perguruan tinggi memang dituntut untuk mecetak mahasiswa berkualitas. Dengan nilai IPK selalu menjadi tolak ukur bagi perguruan tinggi untuk mengukur kualitas mahasiswa. Sehingga mahasiswa yang “tidak mampu” mencapai nilai dan SKS  yang ditetapkan harus di DO demi mempertahankan kualitas perguruan tinggi. Mungkin hal ini pula yang sedang terjadi di Unand.
Namun sungguh tidak adil jika meletakkan kesalahan kepada mahasiswa.  Jika mau jujur kegagalan mahasiswa memenuhi target merupakan kegagalan kampus dalam menerapkan sistem pendidikan yang baik. Kampus terlalu berambisi mengejar target sebagai world classs university. Berlomba-lomba membangun kampus yang megah tetapi melupakan mutu pendidikan didalam yang sangat buruk.Dalam bahasa Minang: Elok dilua, buruak didalam.  
Pernahkah kampus mengevaluasi kinerja dosen dan pegawai?. Dosen yang sering malas mengajar. Menentukan jadwal kuliah pengganti sesuka hati dosen atau pratikum di dalam jadwal kuliah. Cara mengajar yang membosankan karena masih menerapkan sistem catat buku sampai habis (CSBH).  Tak lebih dari isi buku yang ditransfer kepada mahasiswa. Sehingga mahasiswa jarang mendapatkan gagasan atau ilmu baru dari sang dosen. Jarang masuk kuliah. Tetapi ketika masuk mengambil absen lebih dari satu. Padahal kehadiran minimal 75% mahasiswa menenentukan dalam mengikuti ujian semester. Sedangkan ujian semester salah satu syarat memperoleh nilai.
Birokrasipun demikian. Selalu rumit dan bertele-tele. Opor sana dan opor sini. Pelayanan hampir buruk disana sini. Menerapkan sistem informasi akademik online namun sulit diakses. Pegawai biro atau bagian ibarat raja kecil yang berkuasa. Memperlakukan mahasiswa sekehendak hati bukan melayani mahasiswa setulus hati. Kadang-kadang datang lambat dan pulang cepat. Jika jam istirahat mahasiswa harus menunggu lama. Inikah calon world class university?
Menurut Webometrics pada Januari 2012, Universitas Andalas berada di peringkat 2748 universitas di dunia dan peringkat 38 universitas di Indonesia. Peringkat Unand masih dibawah Universitas Sriwijaya, Universitas Sumatera Utara dan Universitas Lampung. Bahkan Universitas Sriwijaya mampu menembus peringkat 1323 universitas di dunia dan peringkat 10  universitas di Indonesia. Padahal dulu Unand peringkat kedua dibawah USU untuk Pulau Sumatera.
            Hakikat Nilai
            Pemberlakuan DO kepada mahasiswa secara tidak langsung Unand telah menanmbah angka putus sekolah. Proses pindah yang ditawarkan Unand belumlah tentu dapat diterima oleh setiap mahasiswa. Dengan pelbagai alasan, proses pindah perguruan tinggi bukan proses yang mudah. Tahun ajaran berada di semester genap dan biaya besar harus dikeluarkan.
 Jika mahasiswa DO berasal dari kalangan tidak mampu tentu sebuah pilihan berat. Putus kuliah adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh. Bisa saja selama ini mahasiswa bersangkutan harus membagi waktu untuk kuliah dan pekerjaan demi membiayai kuliah sehingga tidak maksimal dalam memperoleh nilai. Akhirnya cita- cita untuk meraih gelar sarjana harus kandas ditengah jalan. Inikah keadilan pendidikan bagi orang miskin?.
Mengapa nilai IPK selalu menjadi tolak ukur. Pendidikan bukan hanya proses meraih IPK tertinggi melainkan proses memanusiakan manusia. Pendidikan bertujuan membentuk karakter seorang manusia agar berguna bagi bangsa dan negara. Nilai IPK hanya sebahagian kecil dari nilai yang sebenarnya yaitu nilai kemanusian yang harus ditanamkan dalam dunia pendidikan. Nilai yang tak bisa dikalkulasikan dengan angka-angka. Agar kelak mahasiswa peduli dengan kehidupan sekitarnya. Bukan menjadi apatis dan hedonisme.
Pada hakikatnya tidak ada seorang pun terlahir dengan bodoh. Begitupun mahasiswa Unand. Toh, calon mahasiswa DO yang diterima dikampus telah menyisihkan ribuan pesaing lain. Secara logika mereka memiliki kemampuan diatas rata-rata. Namun, mengapa mereka bisa gagal ditengah jalan?. Karena Unand belum mampu menerapkan sistem pendidikan yang baik.
Jika satu orang mahasiwa gagal dan di DO, maka itu adalah kebodohan masiswa tersebut, tetapi jika ratusan mahasiswa di DO, maka itu adalah kegagalan Unand. Jangan penegakkan aturan dijadikan alasan untuk menutupi sebuah kegagalan. Semoga kedepan Unand mampu mengevaluasi diri dan mampu menjadi lebih baik demi kejayaan bangsa.

17 Februari 2012

Menghitung Dosa DPR

Oleh: Sabri Hamri
Peneliti Pusat Studi Konstitusi FHUA

Senayan memang selalu punya cerita. Episentrum politik Indonesia. Tempat semua bisa terjadi. Tempat orang-orang berdasi memikirkan negeri ini. Dan juga tempat orang yang bisa meruntuhkan negara ini. Begitulah di Senayan itu. (Wendra Yunaldi, Padang Ekspres  18/01/2012)
Kini Senayan ibarat panggung hiburan yang diisi oleh “selebriti” yang tak sepi dengan berita. Mempertontonkan dosa-dosa baru. Baru selesai rakyat menonton pembangungan gedung baru senilai 1,7 Triliyun yang akhirnya gagal, baru-baru ini rakyat kembali dipertontonkan dengan rencana perbaikan tempat buang hajat senilai 2,3M dan renovasi ruang banggar berukran 10x10 meter seharga 20,3 Miliyar.
Lalu DPR juga menganggarkan Rp 1,45 M untuk pengharum ruangan dan Rp 3,5 M untuk konsultasi perawatan rumah jabatan anggota . Harga fantastis ditengah minimnya fasilitas pendidikan dan kesehatan di negeri ini. Ditengah kemiskinan dan pengganguran yang masih melanda bangsa ini. Apakah panggung hiburan ini akan terus dibiarkan berjalan?. Mengingat betapa besar gaji anggota dewan setiap bulan sekitar Rp 51,5 juta hingga Rp 54,9 juta berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR.

31 Januari 2012

Siapkan Keranda Keadilan

Oleh : Sabri Hamri
Pemerhati Hukum dan HAM
Padang Ekspres • Senin, 16/01/2012 

Seribu sandal jepit mengirimkan seribu pesan moral bahwa keadilan telah tercabik-cabik di negeri yang katanya berlandaskan Pancasila, yang salah satu silanya, ”Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Seribu sandal jepit juga memberi isyarat bahwa kemanusiaan sudah dihempaskan di negara yang berdasarkan ”Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” ini. (Jeffrie Geovanie, Padang Ekspres, 10/01/2011)

Luar biasa. Memang hukum ibarat mata pisau. Tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Begitupun bagi Mbok Minah di Banyumas, Prita, Kuatno dan Topan di Cilacap maupun AAL di Palu. Dengan mengeyampingkan rasa keadilan ditengah masyarakat, mereka harus menjalani proses hukum yang berlaku.  

Jika mencuri tiga buah kakao seharga Rp 2.000, mencurahkan hati kepada kawan lewat situs sosial sebagai korban malapraktek, mencuri buah pisang dalam keadaan terbelakang mental dan ”dituduh” mencuri sandal jepit dapat dimaafkan masyarakat.
Namun tidak oleh lembaga penegak hukum. Hukum tetap harus ditegakkan. Undang-undang harus dijalankan. Hakim harus memeriksa, mengadili dan memutus perkara karena hakim corong undang-undang. Lalu inikah keadilan sesungguhnya?

2012, Optimisme di Tengah Pesimisme (Reflefksi Akhir Tahun Terhadap Penegakkan Hukum dan HAM)

Oleh : Sabri Hamri
Peneliti Pusat Studi Konstitusi FHUA
Padang Ekspres • Sabtu, 31/12/2011

Berbicara penegakan hukum tak dapat dipisahkan dari penegakan HAM. Hukum dan HAM dua kata yang saling menyatu satu sama lain. Pelanggaran hukum merupakan pelanggaran HAM. Begitupun sebaliknya. Salah satu cirri-ciri dari negara hukum yaitu adanya perlindungan HAM. Apakah negara Indonesia adalah negara hukum dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM?.

(*)Dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Selanjutnya Pasal 28 A-28 J memberikan jaminan HAM bagi setiap warga negara.  Secara tekstual, hukum sebagai panglima dan nilai-nilai HAM sebagai pedoman  dalam kehidupan masyarakat.

Ahli Koruptor (bukan) Ahli Kotor

Oleh : Sabri Hamri
Pemerhati Hukum dan Pendidikan
Padang Ekspres • Rabu, 21/12/2011
Menarik ketika membaca tulisan Ilham Kurniawan berjudul Ahli Koruptor (06/12/2011) dan Tulisan Lucky Raspati berjudul Kesesatan Logika “Ahli Koruptor” (17/12/2011) yang dimuat dikoran ini. Ilham Kurniawan mengatakan bahwa  bebasnya koruptor tidak terlepas dari peran kaum intelektual yang “melacurkan” gelar akademiknya (guru besar).
Atas pendapat tersebut Lukcy Raspati membantahnya dengan mengatakan bahwa tuduhan terkait bebasnya koruptor karena intervensi guru besar (profesor) sebagai ahli di persidangan sulit untuk diterima dengan logika. Bahkan sebuah kesesatan logika. Lalu pendapat manakah yang benar?

Tulisan ini tidak bermaksud untuk membela salah satu pihak. Tetapi hanya mencari titik terang dari persoalan yang sebenarnya sedang terjadi. Sebagai bahagian dari civitas academika , penulis mencoba untuk menemukan jalan keluar dari perbedatan ini agar tidak semakin berlarut –larut. Bagaimanapun juga kedua penulis bahkan penulis berada dalam satu institusi yang sama