Peneliti Pusat Studi
Konstitusi FHUA
Senayan memang selalu punya cerita. Episentrum politik Indonesia. Tempat semua bisa terjadi. Tempat orang-orang berdasi memikirkan negeri ini. Dan juga tempat orang yang bisa meruntuhkan negara ini. Begitulah di Senayan itu. (Wendra Yunaldi, Padang Ekspres 18/01/2012)
Kini Senayan ibarat panggung hiburan yang
diisi oleh “selebriti” yang tak sepi dengan berita. Mempertontonkan dosa-dosa
baru. Baru selesai rakyat menonton pembangungan gedung baru senilai 1,7
Triliyun yang akhirnya gagal, baru-baru ini rakyat kembali dipertontonkan
dengan rencana perbaikan tempat buang hajat senilai 2,3M dan renovasi ruang
banggar berukran 10x10 meter seharga 20,3 Miliyar.
Lalu DPR juga menganggarkan Rp 1,45 M untuk
pengharum ruangan dan Rp 3,5 M untuk konsultasi perawatan rumah jabatan anggota
. Harga fantastis ditengah minimnya fasilitas pendidikan dan kesehatan di
negeri ini. Ditengah kemiskinan dan pengganguran yang masih melanda bangsa ini.
Apakah panggung hiburan ini akan terus dibiarkan berjalan?. Mengingat betapa
besar gaji anggota dewan setiap bulan sekitar Rp 51,5 juta hingga Rp 54,9 juta
berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang
Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR.
Korupsi Ditengah Minim Prestasi
Jika melihat prestasi DPR dari
tahun ke tahun, kita dapat menilai bahwa kinerja DPR semakin memburuk. Jauh
dari konstituen. Jarang hadir rapat. Sering studi banding tanpa tujuan jelas.
Ribut-ribut bahkan adu jotos dalam perbedaan pendapat
Pada tahun 2011 DPR hanya mampu menyelesaikan
14% dari RUU yang diusulkan untuk dibahas. Bahkan beberapa undang-undang yang
disetujui di uji ke Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan
Undnag-Undang Dasar.
Pengujian undang-undang yang
acapkali dilakukan ke MK menunjukkan bahwa fungsi legislasi yang dijalankan DPR
masih buruk. Padahal sebuah undang-undang dapat mengahabiskan dana milyaran
rupiah. Menurut Mahfud MD, Ketua MK sekaligus Mantan Anggota DPR, sebuah
undang-undang bisa menelan dana sebesar 3,5 Milyar.
DPR sebagai penyambung lidah
rakyat dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan justru menjadi benteng
pertahanan presiden ketika dikritik oleh rakyat. Hal ini dikarenakan mayoritas
anggota DPR berasal dari partai koalisi pendukung pemerintah. Sehingga hak
interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat yang digunakan hanya
sebagai formalitas belaka. Sekedar menghibur hati rakyat yang terlanjur
terluka.
Badan Anggaran beralih fungsi menjadi
lahan basah bagi mafia anggaran untuk memperkaya diri. Disini transaksi
keuangan haram telah menjadi komoditi yang dihalalkan. Hitungan akan diiringi
dengan hitungan dosa. Suap menyuap menjadi makanan sehari-hari. Sehingga
alokasi anggaran patut dipertanyakan karena tidak tepat sasaran.
Dalam
pembuatan undang-undang, jual beli pasal dan ayat sudah menjadi rahasia publik.
Begitupun dengan tawar menawar jabatan publik. Terungkapnya kasus cek pelawat
dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI dan lahirnya Undang-Undang BI sebagai
produk hukum pesanan membuka mata kita semua bahwa senayan kini disulap sebagai
mesin penghasil uang. Gedung bundar rumah aspirasi rakyat di selimuti dosa-dosa
sebahagian anggota DPR yang tak beradab.
Menanti perbaikan
Jika menghitung dosa-dosa DPR maka bubarkan
DPR merupakan kata yang pantas untuk ditujukan ke Senayan . Ditengah
penderitaan rakyat, lebih senang
menghambur-hamburkan uang
rakyat demi sebuah kemewahan. Ketika kritik saling lempar batu sembunyi tangan. Bahkan ada
yang berjiwa pahlawan dengan ikut menyalahkan. Seperti maling teriak maling.
Namun membubarkan DPR bukan perkara mudah. Jika
KPK bisa di bubarkan DPR sewaktu-waktu karena sepak terjangnya acapkali menjadi
ancaman anggota DPR. Tetapi tidak dengan DPR. Jangakan untuk membubarkan,
rakyat sebagai pemilih saja tidak mempunyai wewenang untuk me-recall wakilnya
yang dipilih saat pemilu. Hanya kerendahan hati parpol yang bisa merecall kader-kadernya
di Senayan.
Tetapi kerendahan hati parpol adalah
sebuah hal yang mustahil untuk diharapkan. Tidak ada satupun parpol rela
me-recall kadernya yang gagal menjalankan amanah rakyat. Satu-satunya jalan
yang bisa ditempuh hanya melalui pemilu 2014 yang akan datang.
Kedepan rakyat harus lebih berhati-hati
dalam memilih wakilnya untuk duduk di Senanyan. Bukan memilih “sampah-sampah”
baru yang akan menambah penderitaan rakyat dan menghancurkan negara. Rakyat tak
boleh tertipu untuk kesekian kali dengan janji-janji manis saat kampanye. Jika
rakyat masih memilih kembali anggota DPR yang jelas-jelas tak beradab, maka rakyat
sama saja ikut menyumbangkan dosa untuk negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar