17 Februari 2012

Menghitung Dosa DPR

Oleh: Sabri Hamri
Peneliti Pusat Studi Konstitusi FHUA

Senayan memang selalu punya cerita. Episentrum politik Indonesia. Tempat semua bisa terjadi. Tempat orang-orang berdasi memikirkan negeri ini. Dan juga tempat orang yang bisa meruntuhkan negara ini. Begitulah di Senayan itu. (Wendra Yunaldi, Padang Ekspres  18/01/2012)
Kini Senayan ibarat panggung hiburan yang diisi oleh “selebriti” yang tak sepi dengan berita. Mempertontonkan dosa-dosa baru. Baru selesai rakyat menonton pembangungan gedung baru senilai 1,7 Triliyun yang akhirnya gagal, baru-baru ini rakyat kembali dipertontonkan dengan rencana perbaikan tempat buang hajat senilai 2,3M dan renovasi ruang banggar berukran 10x10 meter seharga 20,3 Miliyar.
Lalu DPR juga menganggarkan Rp 1,45 M untuk pengharum ruangan dan Rp 3,5 M untuk konsultasi perawatan rumah jabatan anggota . Harga fantastis ditengah minimnya fasilitas pendidikan dan kesehatan di negeri ini. Ditengah kemiskinan dan pengganguran yang masih melanda bangsa ini. Apakah panggung hiburan ini akan terus dibiarkan berjalan?. Mengingat betapa besar gaji anggota dewan setiap bulan sekitar Rp 51,5 juta hingga Rp 54,9 juta berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR.

Korupsi Ditengah Minim Prestasi
Jika melihat prestasi DPR dari tahun ke tahun, kita dapat menilai bahwa kinerja DPR semakin memburuk. Jauh dari konstituen. Jarang hadir rapat. Sering studi banding tanpa tujuan jelas. Ribut-ribut bahkan adu jotos dalam perbedaan pendapat
 Pada tahun 2011 DPR hanya mampu menyelesaikan 14% dari RUU yang diusulkan untuk dibahas. Bahkan beberapa undang-undang yang disetujui di uji ke Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan Undnag-Undang Dasar.
Pengujian undang-undang yang acapkali dilakukan ke MK menunjukkan bahwa fungsi legislasi yang dijalankan DPR masih buruk. Padahal sebuah undang-undang dapat mengahabiskan dana milyaran rupiah. Menurut Mahfud MD, Ketua MK sekaligus Mantan Anggota DPR, sebuah undang-undang bisa menelan dana sebesar 3,5 Milyar.
DPR sebagai penyambung lidah rakyat dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan justru menjadi benteng pertahanan presiden ketika dikritik oleh rakyat. Hal ini dikarenakan mayoritas anggota DPR berasal dari partai koalisi pendukung pemerintah. Sehingga hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat yang digunakan hanya sebagai formalitas belaka. Sekedar menghibur hati rakyat yang terlanjur terluka.
Badan Anggaran beralih fungsi menjadi lahan basah bagi mafia anggaran untuk memperkaya diri. Disini transaksi keuangan haram telah menjadi komoditi yang dihalalkan. Hitungan akan diiringi dengan hitungan dosa. Suap menyuap menjadi makanan sehari-hari. Sehingga alokasi anggaran patut dipertanyakan karena tidak tepat sasaran.
  Dalam pembuatan undang-undang, jual beli pasal dan ayat sudah menjadi rahasia publik. Begitupun dengan tawar menawar jabatan publik. Terungkapnya kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI dan lahirnya Undang-Undang BI sebagai produk hukum pesanan membuka mata kita semua bahwa senayan kini disulap sebagai mesin penghasil uang. Gedung bundar rumah aspirasi rakyat di selimuti dosa-dosa sebahagian anggota DPR yang tak beradab.
Menanti perbaikan
Jika menghitung dosa-dosa DPR maka bubarkan DPR merupakan kata yang pantas untuk ditujukan ke Senayan . Ditengah penderitaan rakyat, lebih senang menghambur-hamburkan uang rakyat demi sebuah kemewahan. Ketika kritik  saling lempar batu sembunyi tangan. Bahkan ada yang berjiwa pahlawan dengan ikut menyalahkan. Seperti maling teriak maling.
 Namun membubarkan DPR bukan perkara mudah. Jika KPK bisa di bubarkan DPR sewaktu-waktu karena sepak terjangnya acapkali menjadi ancaman anggota DPR. Tetapi tidak dengan DPR. Jangakan untuk membubarkan, rakyat sebagai pemilih saja tidak mempunyai wewenang untuk me-recall wakilnya yang dipilih saat pemilu. Hanya kerendahan hati parpol yang bisa merecall kader-kadernya di Senayan.
Tetapi kerendahan hati parpol adalah sebuah hal yang mustahil untuk diharapkan. Tidak ada satupun parpol rela me-recall kadernya yang gagal menjalankan amanah rakyat. Satu-satunya jalan yang bisa ditempuh hanya melalui pemilu 2014 yang akan datang.
Kedepan rakyat harus lebih berhati-hati dalam memilih wakilnya untuk duduk di Senanyan. Bukan memilih “sampah-sampah” baru yang akan menambah penderitaan rakyat dan menghancurkan negara. Rakyat tak boleh tertipu untuk kesekian kali dengan janji-janji manis saat kampanye. Jika rakyat masih memilih kembali anggota DPR yang jelas-jelas tak beradab, maka rakyat sama saja ikut menyumbangkan dosa untuk negeri ini. 

Tidak ada komentar: