07 Maret 2012

Hakim Lupa Sebagai Wakil Tuhan

Oleh : Sabri Hamri
Pemerhati Hukum

Rasa keadilan masyarakat kembali terusik. Putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan yang menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda 150 juta rupiah di nilai terlalu meringankan bagi  hakim Syarifuddin yang menciderai institusi penegak keadilan . Bahkan vonis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 20 tahun penjara  dan denda 500 juta rupiah. Putusan ini melengkapi keraguan putusan-putusan pengadilan tipikor terdahulu. Mungkinkah karena terdakwa seorang hakim sehingga vonis yang diberikan terlalu ringan?
Selama ini pengadilan tipikor selalu diragukan dalam meberikan putusan. Selain putusan bebas di berbagai daerah. Kadangkala ketimpangan tuntutan dan vonis antara perkara kecil dengan perkara besar sangat jelas. Jika korupsi dibawah 100 juta di hukum 2 tahun penjara atau lebih sedangkan korupsi diatas 100 juta hanya di hukum kurang dari 2 tahun penjara. Begitupun dengan jabatan terdakwa. Kadangkala mempengaruhi putusan hakim. Mengapa demikian? . Padahal korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
Jika memang hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya dan siapapun harus dihukum jika berbuat salah. Termasuk menghukum Nenek Minah, Prita dan AAL. Mengapa selama ini putusan terhadap terdakwa korupsi dirasakan jauh dari keadilan.  Mungkihkah ada suap dalam putusan yang didahului dengan kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa?


Hakim, Wakil Tuhan
Semua pasti tahu bahwa hakim adalah wakil Tuhan di dunia. Palu hakim memutuskan seseorang bersalah atau tidak bersalah di dunia. Putusan hakim harus berlandaskan “Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Putusan hakim dapat mengalahkan puluhan bahkan ratusan juta suara rakyat meskipun suara rakyat adalah suara Tuhan.
Bahkan untuk menjaga independensi, ruangan hakim di seluruh pengadilan berada dilantai 2 dan terpisah dari ruang lainnya. Hal ini dimaksudkan agar hakim tidak dapat ditemui oleh pihak berpekara sebelum atau diluar persidangan. Hakim merupakan profesi kesepian. Harus jauh dari kepentingan dan bebas dari intervensi.
Sebagai wakil Tuhan, hakim dianggap tau hukum. Hakim tidak boleh menolak perkara karena pengadilan merupakan benteng terakhir masyarakat dalam memperoleh keadilan. Jika kemudian hakim memutus perkara jauh dari rasa keadilan masyarakat, kemana masyarakat harus mencari keadilan
Mencari Pengganti Bismar
Jika kepolisian pernah memiliki Hoegeng yang dikenal sebagai Polisi bersih dan Anti Korupsi dan kejaksaaan pernah memiliki Baharudin Lopa sebagai Jaksa penegak hukum tanpa pandang bulu. Begitu pun pengadilan pernah memiliki Bismar Siregar sebagai hakim berhati nurani.
Semasa menjadi hakim, Bismar Siregar lebih mengedepankan hati nurani dalam memutus perkara. Dia yakin bahwa hakim itu wakil Tuhan di Bumi. Dia tak terpasung oleh undang-undang walaipin putusannya selalu dianggap kontroversial.
Ketika menjadi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dia pernah membebaskan seorang anak yang menjadi terdakwa kasus pemerkosaan . Bukan sang anak yang salah tapi bioskop yang membiarkan sang anak menonton film dewasa.  Sebaliknya, ketika menjadi hakim Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dia menaikkan hukuman 10 kali lipat bagi pengedar narkoba yang dianggap merusak moral bangsa.
  Bismar Siregar kini sudah pensiun. Masih adakah pengganti?. Pasti ada. Terlepas dari kebenarannya yang masih diragukan saat ini, pada tahun 2011 di Kab Prambulih Lampung, seorang hakim bernama Marzuki, sambil meminta maaf, memvonis seorang nenek yang mencuri singkong dengan hukuman denda 1 juta rupiah dengan catatan jika sang nenek tidak mampu membayar maka diganti dengan pidana penjara 2,5 tahun penjara.
Tetapi kemudian hakim Marzuki mengeluarkan uang 1 juta rupiah dari dompet untuk membayar denda tersebut dan menghukum seluruh pengunjung sidang untuk membayar 50 ribu rupiah karena membiarkan seorang warga negara mati kelaparan dan terpaksa mencuri.
Di satu sisi hakim Marzuki menegakkan undang-undang. Namun di sisi lain dia menghukum dirinya sendiri dan seluruh pengunjung sidang karena membiarkan seorang warna negara kelaparan dan terpaksa mencuri.

Ratusan juta rakyat Indonesia pasti sangat merindukan sosok Bismar maupun Marzuki. Merindukan hakim berhati nurani. Selain itu, rakyat juga merindukan  peradilan bersih di negeri ini. Peradilan yang bersih dari suap karena jual beli perkara. Putusan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat.
 Peralihan Ketua MA dari Harifim Tumpa kepada Hatta Ali diharapkan mampu mereformasi lembaga peradilan. Menindak hakim-hakim nakal merupakan jalan yang harus ditempuh untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada pengadilan sebagai tempat para pencari keadilan mencari keadilan.
Kemudian ketua MA harus memperbaiki proses requitment hakim. Jangan sampai melegalkan suap dalam memilih calon hakim. Hakim adalah pekerjaan luar biasa dan hanya dilakukan oleh orang-orang luar biasa pula. Bukan orang-orang biasa yang hanya punya modal uang untuk menjadi hakim. Sekali lagi, Hakim sebagai wakil Tuhan.
Jika kedepan pengadilan masih tidak mampu untuk memberikan keadilan. Hakim selalu lupa sebagai wakil Tuhan di dunia. Jangan salahkan jika masyarakat main hakim sendiri. Seperti kasus pembacokan terhadap jaksa non aktif sistoyo, tersangka kasus suap sebagai kekecewaan kepada aparat penegak hukum dan ketidakpercayaan kepada lembaga pengadilan yang mengadili perkara Jaksa Sistoyo.

Tidak ada komentar: