20 Agustus 2011

Lebih Baik Kuliah Di Indonesia?


Oleh: Sabri Hamri
Peneliti Pusat Studi Konstitusi FHUA
Haluan, 27 Juli 2011
Menarik ketika membaca salah satu tulisan Irwan Prayitno (Gubernur Sumbar) yang berjudul kuliah di Amerika?. Dalam tulisannya Irwan Prayitno mengatakan bahwa jika ingin menjadi lebih baik dan ingin menempatkan putra-putri negeri  ini di kancah dunia,  menimba ilmu di perguruan tinggi terbaik dunia merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh. Lalu benarkah demikian?
Jika di lihat dari rangking universitas terbaik di dunia, perguruan tinggi Indonesia memang belum mampu menembus peringkat terbaik di dunia. Masih jauh tertinggal dari negara tetangga Singapura bahkan Malaysia yang pernah berguru ke Indonesia. Sehingga sangat sulit untuk mensejajarkan diri dengan universitas ternama di dunia sepert Harvad University. Butuh waktu yang cukup lama untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Namun pilihan untuk menimba ilmu ke luar negeri sebagai salah satu jalan agar putra putri Indonesia dapat bersaing dikancah internasional adalah pilihan yang kurang tepat. Kuliah ke luar negeri bukan merupakan solusi terbaik untuk memperbaiki kualitas pendidikan di negeri ini. Mengapa demikian?
Ketika putra-putri negeri ini berpacu untuk dapat mengenyam pendidikan di luar negeri maka perguruan tinggi di Indonesia akan semakin tertinggal. Perguruan tinggi akan kehilangan calon mahasiwa-mahasiswi yang diharapkan dapat mengharumkan nama kampus. Karena lebih memilih kuliah ke luar negeri. Misalnya disaat ada perlombaan tingkat Internasional, tentunya perguruan tinggi tidak memiliki wakil yang akan di ikutsertakan. Kalaupun ada mungkin tidak sebaik yang diharapakan. Padahal selama ini beberapa perguruan tinggi di Indonesia mampu bersaing di kancah internasional melalui mahasiswanya di event bergengsi dan mampu menyabet medali emas. Namun apabila kuliah ke luar negeri menjadi pilihan utama maka mustahil prestasi tersebut dapat diraih kembali.
Selain itu, acapkali mahasiswa yang telah menamatkan kuliahnnya diluar negeri enggan pulang ke Indonesia. Peluang kerja yang menggiurkan serta peluang mendapatkan penghasilan besar “membutakan” mata hatinya untuk mengabdikan diri di tanah kelahirannya.Walaupun ada yang pulang, namun hanya sebahagian kecil dari mereka yang merupakan lulusan terbaik. Selebihnya melanjutkan karir disana.
Beasiswa luar negeri yang selama ini diberikan tak jarang pula merupakan agenda terselubung untuk merekrut putra-putri terbaik bangsa ini. Agenda yang sudah cukup lama tercium. Beasiswa tersebut sebagai salah satu bujuk rayu asing dalam mencari manusia cerdas Indonesia yang akan dimanfatkan untuk memperoleh keuntungan si pemberi beasiswa. Jika dapat menjadi yang terbaik tentunya akan di recrut. Namun sebaliknya jika tidak, dipersilahkan pulang begitu saja ke tanah kelahirnya. Jikapun ada yang terbaik pulang ke Indonesia, merekalah yang masih peduli dengan Indonesia.
Jalan Keluar
            Menurut penulis perbaikan mutu pendidikan perguruan tinggi adalah langkah awal yag harus dilakukan. Jika memang ingin putra-putri negeri ini dapat bersaing di tingkat internasional tanpa kuliah keluar negeri. Bukankah kita lebih bangga ketika salah satu putra-putri Indonesia mampu bersaing dan berprestasi dimata dunia ternyata menamatkan kuliah di perguruan tinggi di Indonesia.
Saat ini, universitas hanya disibukkan dengan membenahi bagian luar saja. Padahal bagian dalam masih jauh dari yang diharapkan. Slogan world class university” ibarat tong kosong nyaring bunyinya. Universitas hanya sibuk membangun bangunan fisik dibandingkan memperbaiki kualiatas manusia di dalamnya. Mulai dari pembangunan gedung kuliah yang mewah,  pembangunan market dan pertamina di kampus sebagai ladang basah untuk mencari keuntungan. Namun kualitas atau mutu pendidikan selalu terlupakan.
Pernahkah universitas memperbaiki kinerja dosen yang malas mengajar. Lalai dalam menjalankan tugasnya untuk mengajar mahasiswa. Bahkan pernahkah universitas mengetahui banyak dosen yang tidak pandai bahkan tidak layak mengajar. Hanya sekedar menyampaikan isi buku tanpa memberikan pengetahuan tambahan. Nuat apa dosen tersebut dipertahankan. Toh, lebih baik membeli buku daripada belajar dari dosen tersebut. Akhirnya, universitas lebih peduli dengan tampilan luar di bandingkan tampilan dalam.
Benar yang dikatakan Irwan Prayitno, dari dulu orang Minang sudah terkenal sebagai tokoh yang disegani di tingkat nasional, maupun internasional. Mulai dari M. Hatta sampai kepada Agus Salim. Sehingga sudah saatnya untuk melahirkan kembali tokoh-tokoh tersebut. Tentunya bekal yang lebih baik harus dipersiapkan agar mampu berkiprah lagi di kancah internasional. Namun melahirkan tokoh-tokoh tersebut tidak harus kuliah keluar negeri tetapi memperbaiki sistem pendidikan di dalam negeri sehingga mampu melahirkan generasi terbaik dari perguruan terbaik pula dari negeri sendiri.
Perguruan Tinggi Sumbar
Sumbar dulunya sebagai salah satu lumbung tokoh intelektual yang mampu berbicara banyak di tingkat nasional dan internasional harus segera memperbaiki kualitas perguruan tinggi yang ada. Keberadaan Universitas Andalas dan Universitas Negeri Padang seharusnya kedepan mampu berbicara banyak di tingkat nasional dan internasional agar putra-putri minang dapat bangga kuliah disana.. Bukan sebaliknya malah ditinggalkan. Kalangan kampus harus berpikir jernih melihat kenyataan hari ini bahwa putra-putri minang yang memiliki prestasi lebih memilih kuliah ke pulau jawa atau keluar negeri. Hal seperti inilah yang harus dievaluasi dan diperbaiki. Tentunya suatu saat nanti kita ingin mendengar putra putri terbaik Indonesia mengatakan lebih baik kuliah di Indonesia terutama di Unand atau UNP daripada keluar negeri. Lalu setelah menamatkan kuliah mengabdikan diri di negeri sendiri.

Tidak ada komentar: