23 Januari 2011

Indonesia Tanpa Hukum

Oleh:Sabri Hamri
Peneliti pada Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas

Tahun 2010 baru saja usai. Tahun yang meninggalkan permasalahan besar buat bangsa ini. Terutama di bidang hukum. Wajah hukum kita cukup tercoreng. Mulai dari kasus Nenek Minah. Grasi kepada koruptur. Akhir dari kriminalisasi KPK. Sampai kepada dua kasus mega skandal Bank Century dan mafia pajak.
Kasus-kasus diatas cukup menyita perhatian publik. Rakyat seakan dibuat berang oleh lemahnya penegakkan hukum di negeri ini. Padahal Negara Indonesia adalah Negara hukum Tentunya alangkah memprihatikan, ketika hukum tidak dapat ditegakkan.
Ketidakadilan Hukum
Dimulai kasus Nenek Minah yang cukup membuat miris kita semua. Lantaran sang nenek hanya mengambil 3 buah kakao yang tak lebih harganya dari Rp 2.000,- mengantarkan dia ke meja hijau. Padahal selama ini mengambil buah kakao telah menjadi kebiasaan masyarakat tempat Nenek Minah tinggal.
Lain Nenek Minah lain pula Syaukani. Sang koruptur akhirnya menghirup udara segar setelah mendapatkan grasi presiden. Kondisi kesehatan Syaukani menjadi alasan pembenar bagi presiden. Penderutaan masyarakatpun dikesampingkan. Kejadian ini membuat keadilan masyarakat terusik.
Selanjutnya kriminalisasi KPK pun akhirnya ditutup dengan deponering Jaksa Agung. Setelah SKPP sebelumnya menimbulkan polemik. Dalam kacamata hukum tentunya menilai kriminalisasi KPK pada akhirnya hanya bertujuan untuk memperlambat KPK dalam pemberantasan korupsi. KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi ”dibunuh” secara perlahan-lahan.


Berbeda dari kasus diatas, dua kasus berikutnya tidak hanya bersentuhan dengan hukum tetapi juga kepentingan politik. Mega skandal Bank Century yang secara jelas dinyatakan merugikan negara oleh DPR. Ditanggapi dingin oleh institusi penegak hukum dan KPK sendiri. KPK menilai tidak ada yang salah dalam bailout kepada bank tersebut.
Terakhir Mega skandal mafia pajak yang melibatkan pegawai Dirjen Pajak Gayus HP Tambunan. Pegawai golongan III C ini terlibat kasus suap. Tak tanggung-tanggung,empat lembaga penegakkan hukum berhasil digengamnya. Terakhir mencuat bahwa Gayus berhasil meloloskan diri keluar negeri melalui Bandara Soekarno-Hatta yang terbilang cukup ketat dengan paspor palsu.
Melihat kondisi ini, Gayus semakin ”perkasa” mempermainkan hukum. Bahkan POLRI pun dibuat tidak berdaya . Janji Kapolri untuk menyelesaikan kasus ini dalam waktu sepuluh hari hanya tinggal isapan jempol belaka..
Ketidaktegasan Presiden
Presiden sebagai pemegang tampuk kekuasaanpun tak bisa berbuat banyak .Dinilai lemah dan tidak tegas. Kekuasaannya tidak berjalan untuk menyelesaikan masalah hukum yang terjadi. Seakan menghormati lembaga penegak hukum, masalahpun diserahkan sepenuhnya kepada lembaga penegak hukum.
Ketidaktegasan SBY terlihat dari berlarut-larut kasus kriminalisasi pimpinan KPK. Hanya desakan publik yang pada akhirnya menyelesaikannya. Dimana desakan tersebut memaksa Jaksa Agung mengeluarkan Deponering.
Sungguh ironis, ketika dalam kampanyenya Presiden menargetkan Indonesia bebas dari korupsi tetapi hanya diam ketika menjabat. Pembentukan satgas oleh presiden sebagai upaya memberantas mafia hukum juga tidak membawa perubahan mendasar. Bahkan banyak yang menentang keberadaanya. Satgas dinilai sebagai bentuk pencitraan SBY dalam upaya menegakkan hukum.
Kalau dilihat Satgas tidak berjalan efektif. Satgas hanya sebgai ”pembuka aib” bangsa tehadap permasalahan hukum. Namun itupun hanya kasus kecil yang mampu diungkap. Tidak menyentuh kasus Gayus maupun joki peradilan.
Kemudian Presidenpun terkesan diam menanggapi kasus Gayus. Kasus yang tidak mampu ditangani oleh lembaga penegakkan hukum. Padahal presedin dapat mendesak lebaga yang ada untuk menyelesaikannya.
Tanpa Hukum
Terpilihnya pimpinan baru KPK, Jaksa Agung dan KY tentunya harus diringi semangat penegakkan hukum yang baik.. KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi harus segera menyelesaikan PR-nya. Terutama janji Byusro Muqoddas untuk membuka kembali mega skandal Bank Century.
Byusro harus lebih tegas dan berhati-hati. Karena kasus ini melibatkan pejabat Negara yang mempunyai kekuasaan. Kalau tidah, Byusra bisa saja dikriminalisasi.
Di pihak lain Jaksa Agung harus memperbaiki kinerja instansinya ditahun ini. Reformasi institusi kejaksaan merupakan harga mati. Tidak berjalannya komisi kejaksaan tentu akan menjadi hambatan tersendiri bagi Jaksa Agung..
Begitu juga KY harus melaksanakan tugasnya untuk menjaga wibawa dan martabat hakim. Banyaknya hakim “liar” harus menjadi catatan tersendiri. Hakim “bersih” akan menjadikan lembaga peradilan lebih baik.
Jika hal di atas tidak dapat dilakukan. Bersiap-siaplah kita menyambut Indonesia tanpa hukum. Dimana hukum akan menjadi barang mewah yang sulit di dapatkan. Keadilanpun akan mati.

1 komentar:

Inquam mengatakan...

Semoga setiap orang dalam merencanakan dan melakukan segala sesuatu senantiasa mendasarkan pada kehendak Tuhan dan keadilan bagi sesama. Dengan demikian damai dan sejahtera akan senantiasa menjadi bagian hidup seluruh lapisan masyarakat.

http://terang-jiwa.blogspot.com/