Oleh : Sabri Hamri
Pemerhati Hukum dan HAM
Padang Ekspres • Senin, 16/01/2012
Seribu sandal
jepit mengirimkan seribu pesan moral bahwa keadilan telah
tercabik-cabik di negeri yang katanya berlandaskan Pancasila, yang salah
satu silanya, ”Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Seribu sandal jepit juga memberi isyarat
bahwa kemanusiaan sudah dihempaskan di negara yang berdasarkan
”Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” ini. (Jeffrie Geovanie, Padang
Ekspres, 10/01/2011)
Luar biasa. Memang hukum ibarat mata pisau. Tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Begitupun bagi Mbok Minah di Banyumas, Prita, Kuatno dan Topan di Cilacap maupun AAL di Palu. Dengan mengeyampingkan rasa keadilan ditengah masyarakat, mereka harus menjalani proses hukum yang berlaku.
Jika mencuri tiga buah kakao seharga Rp 2.000, mencurahkan hati kepada kawan lewat situs sosial sebagai korban malapraktek, mencuri buah pisang dalam keadaan terbelakang mental dan ”dituduh” mencuri sandal jepit dapat dimaafkan masyarakat.
Namun tidak oleh lembaga penegak hukum.
Hukum tetap harus ditegakkan. Undang-undang harus dijalankan. Hakim
harus memeriksa, mengadili dan memutus perkara karena hakim corong
undang-undang. Lalu inikah keadilan sesungguhnya?