31 Januari 2012

Siapkan Keranda Keadilan

Oleh : Sabri Hamri
Pemerhati Hukum dan HAM
Padang Ekspres • Senin, 16/01/2012 

Seribu sandal jepit mengirimkan seribu pesan moral bahwa keadilan telah tercabik-cabik di negeri yang katanya berlandaskan Pancasila, yang salah satu silanya, ”Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Seribu sandal jepit juga memberi isyarat bahwa kemanusiaan sudah dihempaskan di negara yang berdasarkan ”Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” ini. (Jeffrie Geovanie, Padang Ekspres, 10/01/2011)

Luar biasa. Memang hukum ibarat mata pisau. Tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Begitupun bagi Mbok Minah di Banyumas, Prita, Kuatno dan Topan di Cilacap maupun AAL di Palu. Dengan mengeyampingkan rasa keadilan ditengah masyarakat, mereka harus menjalani proses hukum yang berlaku.  

Jika mencuri tiga buah kakao seharga Rp 2.000, mencurahkan hati kepada kawan lewat situs sosial sebagai korban malapraktek, mencuri buah pisang dalam keadaan terbelakang mental dan ”dituduh” mencuri sandal jepit dapat dimaafkan masyarakat.
Namun tidak oleh lembaga penegak hukum. Hukum tetap harus ditegakkan. Undang-undang harus dijalankan. Hakim harus memeriksa, mengadili dan memutus perkara karena hakim corong undang-undang. Lalu inikah keadilan sesungguhnya?

2012, Optimisme di Tengah Pesimisme (Reflefksi Akhir Tahun Terhadap Penegakkan Hukum dan HAM)

Oleh : Sabri Hamri
Peneliti Pusat Studi Konstitusi FHUA
Padang Ekspres • Sabtu, 31/12/2011

Berbicara penegakan hukum tak dapat dipisahkan dari penegakan HAM. Hukum dan HAM dua kata yang saling menyatu satu sama lain. Pelanggaran hukum merupakan pelanggaran HAM. Begitupun sebaliknya. Salah satu cirri-ciri dari negara hukum yaitu adanya perlindungan HAM. Apakah negara Indonesia adalah negara hukum dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM?.

(*)Dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Selanjutnya Pasal 28 A-28 J memberikan jaminan HAM bagi setiap warga negara.  Secara tekstual, hukum sebagai panglima dan nilai-nilai HAM sebagai pedoman  dalam kehidupan masyarakat.

Ahli Koruptor (bukan) Ahli Kotor

Oleh : Sabri Hamri
Pemerhati Hukum dan Pendidikan
Padang Ekspres • Rabu, 21/12/2011
Menarik ketika membaca tulisan Ilham Kurniawan berjudul Ahli Koruptor (06/12/2011) dan Tulisan Lucky Raspati berjudul Kesesatan Logika “Ahli Koruptor” (17/12/2011) yang dimuat dikoran ini. Ilham Kurniawan mengatakan bahwa  bebasnya koruptor tidak terlepas dari peran kaum intelektual yang “melacurkan” gelar akademiknya (guru besar).
Atas pendapat tersebut Lukcy Raspati membantahnya dengan mengatakan bahwa tuduhan terkait bebasnya koruptor karena intervensi guru besar (profesor) sebagai ahli di persidangan sulit untuk diterima dengan logika. Bahkan sebuah kesesatan logika. Lalu pendapat manakah yang benar?

Tulisan ini tidak bermaksud untuk membela salah satu pihak. Tetapi hanya mencari titik terang dari persoalan yang sebenarnya sedang terjadi. Sebagai bahagian dari civitas academika , penulis mencoba untuk menemukan jalan keluar dari perbedatan ini agar tidak semakin berlarut –larut. Bagaimanapun juga kedua penulis bahkan penulis berada dalam satu institusi yang sama