Oleh : Sabri Hamri
Peneliti Pusat Studi Konstitusi
(PUSaKO) FHUA
Padang Ekspres, 27 Oktober 2011
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Tanggal 28
Oktober menjadi catatan sejarah bagi bangsa Indonesia. Pada saat itu, para
pemuda Indonesia hadir dalam Kongres Pemuda Kedua di Jakarta yang diprakarsai
oleh Perhimpunan
Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Pada penutupan
Kongres Kedua ini dibacakan rumusan hasil kongres. Hasil rumusan kongres itulah
yang disebut sumpah pemuda.
Sumpah pemuda merupakan awal dari kelahiran
bangsa Indonesia. Dimana selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan
penjajah. Kondisi ketertindasan ini
mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad memperjuangkan
kemerderkaan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Mengapa
sumpah pemuda merupakan awal kelahiran bangsa Indonesia?. Menurut Imran Thahir (2010) dalam tulisannya
Membaca Kembali Makna Sumpah Pemuda, Peristiwa
sumpah pemuda memberi hikmah. Pertama,sumpah pemuda sebagi catatan penting dalam mempersatukan
perjuangan pemuda dan perjuangan bangsa secara terpadu. Kedua, Sumpah
Pemuda meletakkan arah dan tujuan perjuangan menentang kolonialisme. Sehingga, ketiga,
Sumpah Pemuda sejatinya adalah genealogi-politik menuju proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Penulis sependapat dengan
Imran Thahir, kerena proklamsi kemerderkaan Indonesia tidak akan terwujud jika
pemuda tidak mempersatukan diri. Cita-cita luhur para pemuda yang hadir dalam
kongres membawa semangat bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah
Dan Realita
Sejarah
telah menunjukkan betapa besarnya kebulatan tekad para pemuda untuk
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan merupakan harga mati yang
harus dicapai. Sedangkan realita telah memperlihatkan bahwa pemuda hari ini
tidak mampu mengisi dan mempertahankan kemerdekaan tersebut. Mengapa demikian?.
Persatuan dan kesatuan para pemuda mulai terkikis. Hedonisme dan apatisme telah
mendarah daging dalam menjalankan kehidupan. Padahal dalam kondisi berbeda,
terlepas dari belenggu penjajah, seharusnya mengisi dan mempertahankan kemerdekaan
bukanlah pekerjan sulit. Hanya butuh tekad bulat untuk melepaskan diri dari
belenggu para penguasa di negeri ini. Penguasa yang dapat dikatakan zhalim
terhadap rakyat.
Sayangnya,
sikap negatif seperti tawuran, narkoba dan foya-foya sudah menjadi ikon
kebanggaan para pemuda. Sikap ini tak terlepas dari kegagalan pemerintah dalam
menyelenggarakan pendidikan. Pemerintah seakan melepas tanggungjawabnya kepada
pihak lain untuk mengurus pendidikan. Sehingga pendidikan beralih fungsi dari
institusi yang menanamkan nilai-nilai moral menjadi lahan basah untuk mencari
keuntungan melalui privatisasi dan komersialisasi pendidikan. Nilai-nilai moral
yang seharusnya diberikan di dalam dunia pendidikan pun sering dikesampingkan. Menurut Moehammad
Yamin dalam Kongres Pemuda Kedua, pendidikan merupakan salah satu
faktor dalam memperkuat persatuan Indonesia. Artinya, tanpa pendidikan
persatuan Indonesia tidak akan terwujud.
Peranan Institusi
Pendidikan
Perilaku
negatif yang melekat pada para pemuda hari ini setidaknya menjadi pelajaran
bersama bagi kita semua terutama pemerintah. Jika tidak dicegah, akan berakibat
fatal bagi bangsa kedepannya. Bangsa ini kini mulai kehilangan pemuda-pemuda
yang bisa diharapkan. Tokoh-tokoh seperti Moh. Yamin, Syahrir dll yang mewakili
semangat pemuda belum terlihat hari ini. Jika ada, hanya dapat dihitung dengan
jari. Lalu bagaimana, cara memunculkannya kembali?. Inilah tugas dari institusi
pendidikan.
Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan
bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sitem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Pasal
tersebut mengisyaratkan bahwa melalui pendidikan, peningkatan keimanan dan
ketakwaan akan dapat terwujud sehingga genarasi muda memiliki nilai-nilai moral
dalam menjalankan kehidupan.
Namun pergeseran tujuan pendidikan
kearah privatisasi dan komersialisasi, membuat penyelenggara pendidikan lupa
akan tujuan utamanya. Memberikan pendidikan sebaik-baiknya sebagai bekal masa
depan. Bukan sebaliknya menjadikan siswa dan mahasiswa sebagai “sapi peras”
untuk mencari uang. Tawuran antar pelajar maupun antar mahasiswa, mencotek yang
membudaya, bolos sekolah atau kuliah merupakan akibat dari kegagalan
penyelenggara pendidikan. Pola belajar yang membosankan, malas mengajar,
hubungan emosial antara siswa dengan guru atau mahasiswa dengan dosen yang
tidak terjalin secara tidak langsung menjadi penyebab kegagalan ini. Sehingga
diperlukan evaluasi pendidikan secara mendalam. Mulai dari pola belajar
mengajar sampai kepada kesejahteraan guru dan dosen.
Momentum Hari Sumpah Pemuda
Peringatan
Hari Sumpah Pemuda 2011 merupakan momentum untuk merenungkan kembali perjuangan
bangsa ini. Dimana pada tangal 28 Oktober, para pemuda bersatu untuk
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tumpah Darah yang Satu, Bangsa yang Satu,
Bahasa yang Satu yaitu Indonesia telah tertanam di dalam semangat perjuangan
mereka. Walaupun harus berhadapan dengan penjajah.
66 tahun merdeka, lepas dari belenggu
penjajahan, seharusnya pemuda hari ini dapat berbuat lebih baik daripada pemuda
sebelumnya. Jika tidak, pemuda hari ini tak lebih dari pemuda “sampah” yang akan menjadi benalu bagi
bangsa Indonesia. Sehingga sumpah pemuda seiring waktu akan lenyap dimakan
sejarah. Bangkitlah pemuda Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar